Sebelumnya saya akan memberitahu bahwa cerita ini terjadi
sebelum saya mengenal lebih dalam soal internet. Hanya luarnya saja. Ketika itu
saya masih kursus di sebuah lembaga sebut saja ITK (bukan universitas). Saat
itu saya masih belum begitu kenal dengan internet, dan saya masih dalam taraf
pemula dan baru sampai dalam soal hardware. Sejak berkenalan dengan seorang
teman di ITK saya mulai mengenal apa itu internet. Dan saya suka sekali pergi
ke warnet dan hampir tiap hari saya berada di sana. Semakin lama saya suka
sekali ber-chatting ria sampai suka lupa waktu dan pulang malam hari.
Pada hari sabtu, saya seperti biasa suka nongkrong di warnet
mulai jam 18:00, dan saya langsung mengecek e-mail. Setelah selesai saya suka
browsing sambil chat. Pada saat itu hujan deras mengguyur seisi kota disertai
angin. Pada saat saya membeli minuman (di dalam warnet), saya melihat dua orang
gadis yang memasuki warnet. Mereka terlihat basah kuyup karena kehujanan, dan
ketika itu mereka mengenakan kaos warna putih dan biru (cewek yang satunya),
dan celana pendek. Dari balik kaos putih basah itu saya bisa melihat sebuah BH
warna merah muda, juga sepasang payudara montok agak besar. Saya kembali ke
meja dan melihat mereka berdua menempati meja di depan saya. Sambil menunggu
jawaban dari chat, saya mencuri pandang pada dua gadis itu. Semakin lama saya
lihat saya tidak bisa konsentrasi, mungkin karena cara duduk mereka yang hanya
mengenakan celana pendek itu, sehingga terlihat paha putih mulus dan juga
sepasang buah dada dalam BH yang tercetak jelas akibat baju yang basah.
Pada jam 20:00, listrik di warnet itu padam. Para penjaga
warnet terlihat sibuk memberitahu bahwa listrik akan segera menyala dan meminta
agar netter sabar. Tetapi 30 menit berlalu dan tidak ada tanda-tanda bahwa
listrik akan menyala sehingga sebagian netter merasa tidak sabar dan pulang.
Sedangkan saya masih di dalam warnet dan ingin ikut pulang, tapi saya tidak
bisa karena di luar hujan masih deras dan saya hanya membawa motor. Begitu juga
dengan 2 gadis di depan saya, mereka sudah membayar uang sewa dan tidak bisa
pulang karena hujan masih deras. Mereka hanya bisa duduk di sofa yang
disediakan pihak warnet (sofa yang digunakan untuk netter apabila warnet sudah
penuh dan netter bersedia menunggu), wajah mereka tampak gelisah terlihat
samar-samar akibat emergency light yang terlampau kecil, mungkin karena sudah
malam dan takut tidak bisa pulang.
Melihat kejadian itu saya tidak tega juga, apalagi hawa
menjadi dingin akibat angin yang masuk dari lubang angin di atas pintu. Saya
pun mendekati mereka dan duduk di sofa. Ternyata mereka enak juga diajak
ngobrol, dari situ saya mengetahui nama mereka adalah, Tuti (baju putih) dan
Erni (baju biru). Lagi enak-enaknya ngobrol kami dikejutkan oleh seorang cewek
yang masuk ke dalam sambil tergesa-gesa. Dari para penjaga yang saya kenal,
cewek tadi adalah pemilik warnet. Saya agak terkejut karena pemilik warnet ini
ternyata masih muda sekitar 25 tahun, cantik dan sexy. Cewek tadi menyuruh para
penjaga pulang karena listrik tidak akan nyala sampai besok pagi.
Setelah semua penjaga pulang, cewek tadi menghampiri kami.
"Dik, Adik bertiga di sini dulu aja, kan di luar masih
hujan, sekalian nemenin Mbak ya.." kata cewek yang punya nama Riyas ini.
Kemudian berjalan ke depan dan menurunkan rolling door.
"Saya bantu Mbak," kataku.
"Oh, nggak usah repot-repot.." jawabnya. Tapi aku
tetap membantunya, kan sudah di beri tempat berteduh. Setelah selesai aku
menyisakan satu pintu kecil agar kalau hujan reda aku bisa lihat.
"Ditutup saja Dik, dingin di sini.." kata Riyas,
dan aku menutup pintu itu. Entah setan mana yang lewat di depanku, otak ini
langsung berpikir apa yang akan terjadi jika ada tiga cewek dan satu pria dalam
sebuah ruangan yang tertutup tanpa orang lain yang dapat melihat apa yang
sedang terjadi di dalam. Aku kembali duduk di sofa sambil berbincang dengan
mereka bertiga jadi sekarang ada empat orang yang tidak tahu akan berbuat apa
dalam keremangan selain berbicara.
"Sebentar ya Dik, saya ke atas dulu, ganti baju.."
kata Riyas.
Aku bertanya dengan nada menyelidik, "Mbak tinggal di
sini ya?"
"Iya, eh kalian di atas aja yuk supaya lebih santai,
lagian baterai lampu sudah mau habis, ya.." katanya.
Kami bertiga mengikuti Mbak Riyas ke atas. Warnet itu
terdapat di sebuah ruko berlantai tiga, lantai satu dipakai untuk warnet,
lantai dua dipakai untuk gudang dan tempat istirahat penjaga, lantai tiga
inilah rumah Riyas. Menaiki tangga ke lantai tiga, terdapat sebuah pintu yang
akan menghentikan kita apabila pintu tidak dibuka, setelah masuk kami tidak
merasa berada di sebuah ruko tapi di rumah mewah yang besar, kami disuruh duduk
di ruang tamu. Riyas bilang dia akan mandi dan menyalakan sebuah notebook agar
kami bertiga tidak bosan menunggu dia mandi.
Ternyata notebook itu tidak memiliki game yang bisa membuat
kami senang. Tapi aku sempat melihat shortcut bertuliskan 17Thn (ketika itu
masih 17tahun.zip), aku menduga ini adalah permainan, ketika kubuka ternyata
isinya adalah cerita yang membuat adikku berdiri. Tuti dan Erni pun agak malu
melihat cerita-cerita itu. Tapi yang membuat aku tidak tahan adalah mereka
tidak memperbolehkan aku menutup program itu dan mereka tetap membaca cerita
itu sampai habis. Aku pun hanya bisa terbengong melihat mereka berada di kiri
dan kananku. Setelah selesai membaca, Tuti merapatkan duduknya dan aku bisa
merasakan benda kenyal menempel di lengan kananku. Erni pun mulai menggosokkan
telapak tangannya ke paha kiriku. Sambil mereka melihat cerita yang lain, aku
merasakan sakit di dalam celanaku. Aku sudah tidak bisa konsentrasi pada cerita
itu, mereka semakin menjadi-jadi, bahkan Tuti membuka kaosnya dengan alasan
merasa panas, sedangkan Erni membuka kaosnya dengan alasan kaosnya basah dan
takut masuk angin. Aku merasa panas juga melihat tubuh mereka, sambil
membetulkan posisi adik, aku mengatakan kalau hawanya memang panas dan aku
membuka baju juga.
Kini tangan mereka berdua dirangkulkan di tengkukku, aku
semakin panas karena lenganku merasa ada dua benda kenyal yang menghimpit
tubuhku dari kiri dan kanan. Akhirnya jebol juga iman ini, aku menaruh notebook
itu di meja di depanku dan aku menciumi Tuti dengan nafsu yang sudah memuncak,
Tuti pun tak mau kalah sama seranganku, dia membalas dengan liar. Sedangkan
Erni sibuk menciumi dan menjilati dadaku. Tangan kiriku kulingkarkan pada Erni
dan mulai meremas buah dada yang masih tertutup BH itu, sedangkan tangan
kananku kulingkarkan di tubuh Tuti dan memasukkan ke dalam BH dan meremas buah
dadanya. Erni mulai membuka celanaku dan menghisap penis yang sudah tegang itu.
"Ouhh.. mmhh.. yahh.." aku mulai menikmati jilatan
Erni pada kepala penisku. Tuti pun jongkok di depanku dan menjilat telurku. Aku
hanya bisa pasrah melihat dan menikmati permainan mereka berdua. Kemudian Riyas
keluar dari kamar dengan selembar handuk menutupi tubuh, dia menarik meja di
depanku supaya ada cukup tempat untuk bermain. Riyas berlutut sambil membuka
celana Tuti. Setelah celana Tuti lepas, dia mulai menghisap vagina Tuti.
"Ooohh.. Ssshh.. ahh.." Tuti mendesah. Tak lama kemudian Tuti
membalikkan tubuhnya dan sekarang posisi Riyas dan Tuti menjadi "69".
Aku pun sudah tak tahan lagi, segera kuangkat Erni dan membaringkannya di
lantai dan membuka celananya. Setelah terbuka aku langsung menghisap vagina
yang sedang merah itu. "Auuhh.. Ooohh.. Sayang.." desahan Erni
semakin membuatku bernafsu.
Dengan segera aku mengarahkan penisku ke vagina Erni, dan
mulai menusukkan secara perlahan. Erni merasa kesakitan dan mendorong dadaku,
aku menghentikan penisku yang baru masuk kepalanya itu. Selang agak lama Erni
mulai menarik pinggangku agar memasukkan penis ke vaginanya, setelah masuk
semua aku menarik perlahan-lahan dan memasukkannya kembali secara
perlahan-lahan. "Ahh.. ayo Sayang.. ohh.. cepat.." Aku pun mulai
mempercepat gerakanku. Dari tempatku terlihat Tuti dan Riyas saling
menggesek-gesekkan vagina mereka. "Auuhh.. oouuhh.. iyahh.. yahh.. sshh..
hh.." desahan Erni berubah menjadi teriakan histeris penuh nafsu.
Tak lama kemudian Erni mencapai orgasme, tapi aku terus
menusukkan penis ke arah vagina Erni. "Gantian donk, aku juga pingin
nih.." kata Tuti sambil menciumi bibir Erni. Aku pun menarik penisku dan
mengarahkan ke vagina Tuti setelah dia telentang. Ketika penisku masuk,
vaginanya terasa licin sekali dan mudah sekali untuk masuk, rupanya dia telah
mengalami orgasme bersama Riyas. Tampaklah Erni dan Riyas tertidur di lantai
sambil berpelukan. Sedangkan aku terus menggenjot tubuh Tuti sampai akhirnya
Tuti sudah mencapai puncak dan aku merasakan akan ada sesuatu yang akan keluar.
"Aahh.." suara yang keluar dari mulutku dan Tuti. Akhirnya kami
berempat tertidur dan pulang pada esok paginya. Setelah kejadian itu aku tidak
pernah bertemu dengan Tuti dan Erni. Riyas sekarang sudah menikah dan tetap tinggal
di ruko itu. Sedangkan aku masih sibuk dengan urusan kerja dan tidak pernah ke
warnet itu lagi karena sudah ada sambungan internet di rumahku.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar