Kulit Ratna putih, halus dan lembut: layaknya gadis keturunan pada
umumnya. Wajahnya tidak seberapa cantik: polos dan berkacamata. Seorang
mahasiswi yang cerdas dan rajin — typical seorang gadis nerd. Tidak ada
yang istimewa dari Ratna — tubuhnya kurus, dada dan pantat yang relatif
kecil, selain itu — orangnya juga alim dan sopan.
Ratna yang saat ini sedang menempuh kuliah di salah satu universitas
swasta di kota S tinggal bersama ci Donna yang menyewakan salah satu
dari 2 kamarnya yang kosong kepada Ratna. Penampilan ci Donna berbeda
sekali dengan Ratna: di usianya yang hampir 30, ci Donna boleh dibilang
sangat pandai merawat tubuhnya — kulit putih halus dengan ukuran toket
sedang: 34. Parasnya cantik, rambut panjang bergelombang.
Rupanya, ci Donna yang sudah lama tidak merasakan belaian pria —
menyimpan; lebih tepatnya menimbun libido yang secara perlahan-lahan
telah menggerogoti moralnya (walaupun belum sampai mengenai akal
sehatnya). Selama ditinggalkan kekasihnya sejak 7 tahun yang lalu, ia
sering merasa kesepian — tak jarang ia berusaha memuaskan dirinya
sendiri dengan berbagai peralatan dan VCD yang disewanya/dibeli melalui
pembantunya, karena ia sendiri sebenarnya malu kalau harus
terang-terangan membeli atau menyewa benda-benda seperti itu.
Demikian pula untuk bermain dengan pria yang tidak dikenal, ci Donna
menganggap mereka tidak bersih sehingga ia takut untuk berhubungan badan
dengan mereka. Namun demikian, ini tidak mengurangi fantasi ci Donna
dalam membayangkan bentuk seks yang diinginkannya. Bahkan sejak 2 tahun
yang lalu, ia juga mulai tertarik untuk melakukan hubungan seks dengan
sesamanya. Ini dapat dilihat dari reaksinya terhadap Ratna sehari-hari,
tak jarang ia menelan air ludah dan menjilati kedua bibirnya apabila
melihat Ratna mengenakan kaos ketat apabila ia ke kampus. Padahal,
bentuk tubuh Ratna begitu biasa — apalagi apabila dibandingkan dengan
dirinya sendiri yg jauh lebih seksi.
Apa yang dilihat pada diri Ratna adalah dirinya sendiri 10 tahun
silam; ketika ia masih berada di awal-awal usia 20 tahun: alim dan rajin
— namun begitu naif. Ci Donna sendiri bertekad untuk memberinya
‘pelajaran’ suatu saat. Namun — sesudah agak lama tinggal bersama Ratna,
barulah Ci Donna mengetahui bahwa ia sudah tidak perawan lagi: ketika
ia masih SMP dulu — pacarnya sendiri memperkosanya dan sejak saat itu,
Ratna begitu minder dan seringkali menhindar dari pergaulan sekitarnya,
hingga saat ia kuliah. Ci Donna mengetahui hal ini dari Ratna sendiri
yang memandang Ci Donna sebagai wanita yang sabar, bijaksana dan dewasa.
Pucuk dicinta ulam tiba, seminggu yang lalu — adik ci Donna yang
laki-laki tiba dan hendak menginap untuk satu bulan karena suatu urusan.
‘Sekali tepuk 2 lalat’ — inilah yang ada dalam pikiran ci Donna melihat
adiknya sendiri dan Ratna.
Suatu sore sejak 3 hari kedatangan adiknya — Ci Donna sudah
mempersiapkan rencana yang baik: pertama adiknya, kemudian Ratna.
Biasanya, Ratna tiba di kos pukul 19:00 dan ia hendak memulai rencananya
itu pukul 18:30 dengan melakukan ‘pemanasan’ terhadap adiknya. Pukul
18:30, Donna memanggil adiknya untuk masuk ke kamarnya. Tanpa
berprasangka apa-apa, adiknya masuk ke kamarnya. Dilihatnya Ci Donna
yang mengenakan celana pendek jins ketat dan kaos tanpa lengan yang
ketat pula — ia sedang menghadap ke cermin dan mengikat rambutnya yang
bergelombang halus itu.
Melihat bayangan adiknya di cermin, Ci Donna tersenyum dan berkata:
“Masuk saja, cici cuman sebentar koq.” Diam-2, adiknya memperhatikan
cicinya dan berpikir: “Cantik juga, walaupun sudah kepala tiga. Badannya
juga begitu padat dan seksi..” Ci Donna yang mengerti bahwa dirinya
sedang diperhatikan adiknya sendiri hanya tersenyum simpul — tiba-tiba
ia berdiri, mendekati adiknya dan menggandeng tangannya. Adiknya kaget
sekali namun ia tidak berkata apa2. Ci Donna membimbing adiknya menuju
sebuah pintu sambil sesekali melirik ke belakang dan tersenyum simpul ke
arah adiknya.
Ci Donna membuka pintu kamar tersebut dan menyalakan lampunya.
Ternyata, apa yang dilihat adiknya adalah sesuatu yang menakjubkan namun
juga membuatnya sedikit shock: sebuah kamar yang cukup luas — dengan
seluruh dinding ditutupi bahan kedap suara berwarna pink. Ranjang yang
terletak di tengah ruangan, sebuah TV lengkap dengan stereo-setnya yang
mewah: juga 3 teve hitam-putih kecil yang menampakkan situasi di ruang
tamu, kamar Ratna dan kamarnya sendiri.
Namun yang membuatnya begitu kaget dan sedikit takut adalah koleksi
VCD, video dan DVD porno yang berserakan di lantai. Berbagai alat bantu
seksual, dan sebuah manekin lengkap dengan penis palsunya segala.
Tahulah ia apa yang diinginkan dari cicinya — tanpa disadarinya, Ci
Donna sudah mengunci pintu kamar dan mulai melepaskan pakaiannya satu
persatu. Namun ia berhenti sampai pakaian dalam saja. Jadilah Ci Donna
hanya mengenakan bra dan celana-dalam warna hitam, ia berdiri begitu
seksi dan menggoda dengan rambutnya terikat (untuk memudahkannya saat
permainan nanti, begitulah yang ada di pikiran Ci Donna). “Sudahlah,
kamu menurut saja — toh kamu disini hanya sebulan. Masa kamu tidak
kasihan sama cici yg sudah lama tidak merasakan hangatnya tubuh pria?”
Adiknya masih ragu. Ci Donna tahu ini — dan tanpa membuang banyak
waktu, ia segera maju ke depan membuka celana pendek adiknya dengan
mudah (entah bagaimana, adiknya tidak mampu melawan cicinya sendiri).
Mulailah ia mengoral batang kemaluan adiknya itu. Ci Donna mempercepat
gerakan mengocoknya dengan tangan kanan, dia menengadah dan menatap
wajah adiknya dengan tatapan tajam penuh birahi — ia mendesis sambil
berkata: “Sss.. awas kalau kamu berani keluar sebelum aku. Lebih baik
kamu cari kos lain saja, meskipun kamu adikku!”
Sesudah berkata demikian, ci Donna memasukkan seluruh batang kemaluan
adiknya ke dalam mulutnya. Ia menggerakkan kepalanya maju mundur —
membuat batang kemaluan adiknya keluar-masuk dengan sangat cepat. Adik
ci Donna hanya dapat mengerang nikmat mendapat perlakuan seperti itu
dari cicinya yang ternyata sangat berpengalaman dalam hal memuaskan
pasangan mainnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan
cicinya. Di tengah-tengah permainan, Ci Donna melepaskan branya dengan
tangan kirinya yang masih bebas. Diliriknya teve hitam putih yg secara
rahasia memonitor kamar Ratna. Ternyata ia baru saja datang, dan waktu
menunjukan pukul 18:55. Tepatlah perhitungannya: adiknya yang nafsunya
sedang menanjak pasti akan mau diajaknya berkompromi.
Ci Donna menghentikan oralnya, dan tahulah ia bahwa adiknya agak
kecewa. “Tunggu sebentar — aku ada tugas buat kamu: bawalah Ratna ke
kamar ini.” Adiknya mengerti apa yang diinginkan ci Donna. Sementara
adiknya pergi memanggil Ratna — ia segera mematikan monitor2-nya,
melepas celana dalamnya yang sedikit basah dan bersembunyi di sebelah
pintu. Begitu adiknya masuk bersama Ratna — ia segera mengunci kamarnya
lagi dan mendorong Ratna hingga jatuh ke ranjang. Ratna yang bertubuh
kurus dan lelah sehabis kuliah tidak dapat memberikan perlawanan yang
berarti terhadap perlakuan Ci Donna yang begitu tiba-tiba tersebut. Ci
Donna melucuti kaos ketat yang dikenakan Ratna dengan buas.
“Kyaa..!!” Ratna menjerit, namun percuma karena ruangan tersebut
kedap suara. Adik Ci Donna hanya diam saja karena shock melihat
keganasan cicinya — apalagi dengan sesama jenis! Ci Donna telah sampai
pada branya. Dengan kasar, ia merenggut bra Ratna dan melemparkannya ke
lantai. Ci Donna melihat sepasang toket Ratna yang kecil. “Seharusnya
kamu tidak usah pakai bra sama sekali. Toh tidak memberi perbedaan yang
berarti..” Ci Donna melanjutkan dengan melepas kancing celana jins Ratna
dan membuka ritsluitngnya dan melepaskannya.
“Pahamu putih dan mulus juga yah..” Terakhir, Ci Donna menurunkan
celana dalam Ratna. Ratna tak dapat berbuat apa-apa terhadap Ci Donna
yang terus menggerayangi tubuhnya dan sesekali menciuminya. Tiba-tiba Ci
Donna berdiri dan berjalan menuju lemari. Diambilnya sebuah penis palsu
(dildo) dan semacam lotion. Ia mengolesi dildonya dengan lotion
tersebut dan memberikannya kepada adiknya, “Kamu pakai juga. Aku tidak
mau dia berteriak-teriak kesakitan.” Adik Ci Donna menurut — ia melepas
seluruh pakaiannya dan mulai mengolesi batang kemaluannya dengan lotion
yang diberikan cicinya.
“Jangan ci.. saya takut.” Ratna yang sudah lemas berkata dengan penuh
kekuatiran, melihat ci Donna mengenakan penis palsu (dildo) bergerigi
dengan ukuran yang cukup mengerikan seperti mengenakan celana dalam. Ci
Donna dengan cepat bergerak ke arah Ratna. “Diam. Mana lotionnya.”
Sesudah mendapatkan lotion, ia mulai mengolesi dinding vagina Ratna
sambil berkata: “Kamu jangan takut, percaya sama cici saja. Sesudah itu,
ia membalikkan tubuh Ratna dan melumasi lubang pantatnya pula.
“Ayo — kamu lubang yang satunya!!” ci Donna memerintahkan adiknya
untuk mengentot Ratna yang malang di lubang anusnya. Adiknya menurut, ia
berpindah — duduk di atas ranjang. Ci Donna memapah tubuh Ratna dengan
lembut dan menempatkannya di atas adiknya. Ratna yang tidak berdaya
hanya dapat memandang sorot mata penuh nafsu ci Donna yang sedari tadi
sibuk mengatur posisi dan membantu adiknya memasukkan batang kemaluannya
ke dalam lubang anus Ratna. Bles! Batang kemaluan adik ci Donna
akhirnya berhasil masuk ke dalam anus Ratna yang sudah tidak keruan
bentuknya karena sedari tadi diobok-obok oleh ci Donna.
Rasa sakit bercampur nikmat membuat Ratna membelalakkan matanya, ia
membuka mulutnya dan merintih “Aaa..” Ci Donna membaringkan Ratna dari
posisi terduduk menjadi terlentang dengan adiknya di bawahnya (dan
batang kemaluannya yang sudah menancap ke dalam lubang anus Ratna).
“Ratna, aku yakin kamu akan menyukai ini dan pasti ketagihan sesudah
ini.” Ci Donna memasukkan dildo-nya ke dalam lubang kemaluan Ratna.
Ratna yang berada di tengah dengan keadaan tak berdaya, berusaha
menahan nikmat bercampur nyeri di lubang kemaluan yang sudah dihujami
dildo dari ci Donna — serta batang kemaluan adik ci Donna yang menancap
di lubang anusnya. Mulailah ranjang bergoyang.. mulanya perlahan, namun
semakin lama semakin cepat.. demikian pula dengan rintihan-rintihan
Ratna.. “Aaa.. aa..” Ratna masih mengenakan kaca mata minusnya ketika
permainan ini dimulai.
Ci Donna tertawa melihat Ratna berusaha bertahan: “Jangan ditahan dan
jangan dilawan Ratna — nikmati saja, sayang!!” Perlahan-lahan rintihan
Ratna mulai berubah menjadi jeritan nikmat penuh birahi.. “Ah.. ah..
yess.. mmhh.. MM.. AAHH..” Kenikmatan disetubuhi di kedua lubangnya
secara bersamaan membuat Ratna kehilangan kendali. Ratna yang sopan dan
alim perlahan larut.. perlahan berubah menjadi Ratna yang liar, sifat
liar yang seakan ditularkan dari ci Donna — meracuni pikiran Ratna yang
semula begitu bersih dan polos. “Yah.. teruskan!! LEBIH CEPAT LAGI CI
DONNA..!! AA.. AA.. MMHH.. MM..”
Ratna menggenggam seprei ranjang dengan sangat kuat, keringat
meluncur deras dari sekujur tubuhnya — membuat kulitnya tampak mengkilat
di bawah cahaya lampu. Hal ini membuat Ci Donna semakin bernafsu
mempercepat gerakan pinggulnya. Ratna semakin menikmatinya — ia
memejamkan matanya sambil memegang rambut ci Donna. “AGH.. Enak sekali..
Ci.. aa.. aku.. belum pernah.. uuh.. senikmat ini..” Adik Ci Donna
menganal lubang pantat Ratna sambil meremas-remas kedua toket Ratna dari
belakang, walaupun ukuran toket Ratna relatif kecil — namun ini tidak
mengurangi rangsangan demi rangsangan yg diterimanya. “Auuh.. ah..”
mulut Ratna menganga dan mengeluarkan teriakan-teriakan yg semakin tidak
jelas. Tubuhnya pun mulai menegang; tahulah Ci Donna bahwa “anak
didiknya” saat ini hampir mencapai puncak kenikmatan.
Ci Donna mengurangi kecepatan bermainnya dan mengubah gerakan
maju-mundurnya menjadi gerakan mengaduk dengan menggoyangkan pinggulnya.
Ratna secara alami mengikuti gerakan Ci Donna dengan menyesuaikan
gerakan pinggulnya. Hal ini justru menambah kenikmatan bagi Ratna.
Sampai akhirnya — tubuh Ratna benar-benar menegang dan Ratna melepaskan
teriakan yang cukup panjang dan memenuhi seluruh ruangan kedap suara
tersebut. Sesudah itu, teriakan berhenti dan seluruh ruangan menjadi
sepi. Ci Donna mencabut dildo dari lubang vagina Ratna, ternyata dildo
tersebut sudah ditutupi cairan kental dan bahkan saat Ci Donna
menariknya keluar — ada sebagian dari cairan tersebut menetes dan
adapula yang masih merekat antara dinding vagina Ratna dengan dildo Ci
Donna.
Adik Ci Donna juga mencabut dildonya dari lubang anus Ratna dan
merebahkan Ratna yang sudah lemas di ranjang. Ratna masih memejamkan
kedua matanya — Ci Donna melepas kacamata Ratna yang masih dikenakannya
dan meletakkannya di meja yg terletak di tepi ranjang. “Lain kali, kalau
mau main — jangan lupa lepas dulu kacamatanya..” Ci Donna tersenyum dan
mencium Ratna, kemudian ia melepaskan dildonya dan menggelatakannya
begitu saja di lantai. Ia memandang adiknya dan berkata: “Kamu jangan
bengong saja, kamu masih punya tugas satu lagi.” Sesudah berkata
demikian, ia duduk di lantai — melebarkan kedua pahanya: mengarahkan
lubang vaginanya yang sudah basah ke arah adiknya.
Kemudian ia menunjuk ke arah vaginanya: “Ayo: gunakan lidahmu.”
Adiknya mengerti apa yg harus dilakukan. Ia menjilat-jilat lubang
kemaluan ci Donna dengan hati-hati. Keenakan, c ci Donna memejamkan
matanya — nafasnya tak beraturan: desahan- desahan nikmat meluncur
keluar tak terkontrol dari mulutnya. Ia menjambak rambut adiknya dan
menekan-nekan wajah adiknya itu ke lubang vaginanya: “Errghh.. aaghh..
niikkmmaatt sekkaallii.. ss..!!” Ci Donna benar-benar menikmati setiap
hisapan dan jilatan yang diberikan adiknya ke liang kewanitaannya, namun
di tengah ambang sadar dan tidak — Donna ingat bahwa ia tidak ingin
mencapai orgasme dengan cara seperti ini. “Aah.. tunggu say — bee..
berhentii duluu.. mmh.. sekarang giliran.. cici ngerjain punya kamuu..”
Adik Ci Donna menurut dan berhenti. Ci Donna bergerak kemudian
berjongkok membelakangi adiknya, sekarang ia dalam keadaan berjongkok
menghadap pantat adiknya. Adiknya agak kebingungan dengan tingkah laku
cicinya. Namun Donna cuek saja: tangan kirinya ia lewatkan di antara
kaki adiknya, dan dengan tangannya itu ia mencengkeram buah pelir
adiknya dengan halus dan mulai memijat- mijatnya. “Tenang saja, sayang —
kujamin kamu akan suka sekali..” Ci Donna tersenyum penuh nafsu, dan
dengan tangan kiri masih memegang buah pelir adiknya — ia mengangkat
telapak tangannya, menghadapkannya ke arah wajahnya — dan meludahi
tangannya sendiri kemudian mengerut-ngerutkan tangannya.
Kemudian ia melingkarkan tangan kanannya dari pinggang sebelah kanan
adiknya — langsung menuju ke arah kontol adiknya. Dan mulailah ia
mengocok-ngocoknya batang kemaluan adiknya itu dengan tangan kanannya
yang sudah dilumasi air ludahnya sendiri. “Aaaghh.. duh, enak sekali
ci..” Ci Donna meneruskan gerakan tangannya sampai ia merasa batang
kemaluan adiknya sudah cukup keras. Sesudah itu, ia membalikan badannya
dan mengambil posisi nungging di lantai. Tahulah adik ci Donna apa yang
diinginkan cicinya ini. Ia juga mengatur posisi di belakang cicinya:
“Awas ya — pokoknya aku nggak mau anal. Maenin lubangku yang biasa aja.”
Adiknya menurut, dan permainan dimulai.
Adik ci Donna memulai gerakannya dengan perlahan, “Mmm.. masih
kurang, lagi dong!” Gerakan dipercepat, Ci Donna memejamkan matanya
keenakan. Ia menambah kenikmatan dengan menggesek-gesek klit-nya
sendiri, dengan sebelumnya membasahi jari-jarinya dengan cara
mengulumnya sendiri. “Uuuaah.. enaakk sayaang.. Mmmh..” Permainan ini
berlangsung agak lama sampai ci Donna minta ganti posisi lagi. Kali ini
ia ingin disetubuhi dengan posisi tubuh menyamping. Ci Donna
menyampingkan tubuhnya yang seksi dan sudah mandi keringat tadi ke arah
kanan, sementara adik Ci Donna mengangkat paha mulus cicinya sebelah
kanan dan menyandarkannya ke bahu sebelah kirinya.
Dengan demikian, ia dengan leluasa dapat memasukkan batang
kemaluannya ke lubang ci Donna. Ia mulai bergerak maju mundur, “Aaahh..
mm..” Untuk sekedar menambah kenikmatan, ia mengarahkan tangan kanannya
ke arah pantatnya sendiri dan menggerakan jari tengahnya keluar- masuk
lubang pantatnya. “Kyyaahh.. uuhh..” Tubuh ci Donna terus
bergoyang-goyang — toketnya pun bergerak naik turun tak beraturan
mengkuti irama tubuhnya. Adik ci Donna yg sedari tadi bergitu terangsang
dengan gerakan toket cicinya sendiri itu sudah tak tahan lagi, ia
memajukan tangan kanannya guna meremas toket kanan cicinya itu. “Oh —
susumu begitu empuk ci..” Ci Donna hanya tersenyum, ia mencabut
tangannya dari lubang pantatnya — dan ikut meremas toketnya bersama-sama
dengan tangan adiknya itu. Permainan terus berlangsung, Ci Donna
merasakan tubuhnya sendiri mulai menegang — ia sendiri sudah tidak mampu
berpikir jernih lagi.
Hanya kenikmatan yang dirasakan sekujur tubuhnya sekarang. “AAHH..
AAKKUU.. MMH..” Keluarlah Ci Donna, mencapai orgasme yang
diidam-idamkannya dalam posisi menyamping. Tercapailah segala
keinginannya selama ini.
Demikian pula adik ci Donna, ia segera berdiri karena sudah tidak
tahan lagi, dan ci Donna mengetahui hal ini — karena ia sudah berhasil
meraih orgasme, maka ia berniat membantu adiknya untuk mengeluarkan
seluruh peju yang sangat ia inginkan itu. Ci Donna berjongkok, tersenyum
menggoda ke arah adiknya dan mulai mengocok batak kemaluan adiknya
“Nah, sekarang cici ingin merasakan nikmatnya cairan kejantananmu. Ayo
sayang.. keluarkan — jangan ragu.. ayo!” Ci Donna memainkan batang
kemaluan adiknya naik turun dengan gerakan memutar sambil sesekali
menjilat pangkal kemaluan adiknya. “Aih.. masih belum keluar juga..
sebentar..” Sambil mengocok batang kemaluan adiknya dengan menggunakan
tangan kanannya, ci Donna memijat buah pelir adiknya. “Ah.. ci.. aku mau
keluar nih..!!” Ci Donna langsung mengarahkan ujung batang kemaluan
adiknya ke arah mulutnya, menyambut cairan peju yang segera muncrat
masuk ke dalam mulutnya.
Ratna yang sedari tadi tergeletak lemas berusaha bangkit dan
merangkak menuju ci Donna dan adiknya. “Ci Donna.. saya juga mau..”,
kata Ratna sambil menunjuk ke arah mulutnya sendiri. Tetes peju terakhir
sudah habis meluncur turun ke dalam mulut ci Donna yang seksi. Ci Donna
menelan sedikit peju adiknya dan menahan sisanya di dalam mulutnya. Ia
tersenyum dengan mulut belepotan peju adiknya, membelai Ratna, kemudian
membaringkannya, dan meletakkan kepala Ratna di pangkuannya. Ratna yang
sudah lemas hanya menurut seperti anak kecil. Dengan gerakan yang
lembut, ci Donna menyentuh bibir Ratna dan menggerakannya ke bawah
dengan jari telunjuknya.
Ratna mengerti apa yang dimaksud ci Donna, ia membuka mulutnya.
Bibirnya bergetar. Ci Donna kembali tersenyum — ia mengarahkan mulutnya
tepat di atas bibir Ratna yang sudah merekah, kemudian membuka dan
memuntahkan peju lengket yang sudah bercampur dengan air liur ci Donna,
turun memasuki mulut Ratna.
Peju dalam mulut ci Donna sudah habis dipindahkan ke dalam mulut
Ratna. Ci Donna tersenyum lebar dengan sedikit sisa peju bercampur liur
pekat yang menetes dari ujung bibirnya.
Kembali, dengan gerakan lembut — ci Donna memberi isyarat kepada
Ratna untuk menutup mulutnya. Ratna menuruti dan tersenyum bersamaan
dengan ci Donna. “Nah, aku tidak pernah pelit kepada gadis manis seperti
kamu. Ambillah bagianmu dan nikmatilah.” Ratna menelan peju yang sudah
diberikan ci Donna kepadanya. “Terima kasih ci..” Kemudian ia bangkit
dan duduk — Ratna menyentuh wajah ci Donna dengan lembut. Ratna kembali
membuka mulutnya, bergerak maju ke arah bibir ci Donna sambil
menjulurkan lidahnya. Ci Donna yang mengerti maksud Ratna segera
menyambut ciuman Ratna dengan menjulurkan lidahnya pula. Mereka
berciuman sampai lama — dan saling menjilati sisa-sisa peju hingga
bersih.
Sejak saat itu, kehidupan ci Donna dan Ratna selalui dipenuhi dengan
petualangan: hampir setiap bulan Ratna ‘menjebak’ teman kuliahnya —
entah itu pria atau wanita. Mungkin dalam kesempatan lain, Ratna dapat
membagi kisah petualangannya disini..
Kamis, 25 Agustus 2011
Kamar Rahasia
15.57
Dejavu conet ( MAULIA R REKER )
0 komentar:
Posting Komentar