Karena aku belum bisa tidur juga, akhirnya aku mengambil
keputusan lebih baik keluar sebentar mencari angin. Hmmm.., sejuk juga angin
malam sekarang, atau mungkin karena baru diguyur hujan, tapi.. "Ahkk..
nggak aku ambil pusing."
Dalam perjalan aku sempat berpikir juga, mau kemana aku
tengah malam begini, tapi akhirnya aku mendapat ide juga, pergi ke tempat
billiard. Ya, ke tempat billiard, mungkin badanku harus capek sedikit biar bisa
tidur, lagipula biasanya tempat itu tutupnya jam 2 pagi.Akhirnya aku sampai
juga. Setelah memarkir mobil lalu aku masuk. Wuih! ramai juga. Memang untuk
ukuran di kotaku, tempat billiard ini yang paling bagus dan waitress-nya juga
cantik-cantik. Setelah agak lama melihat-lihat situasi, akhirnya aku menemukan
meja yang kosong. Posisi mejanya agak di pojok. Kemudian kunyalakan lampu yang
ada di meja itu, lalu aku mengambil stik. Aku berpikir, mungkin cukup beberapa
koin saja hingga badan ini agak capek. Saat itu aku tidak begitu memperhatikan
waitress yang sedang menyusun bola, lagipula aku sedang mengoleskan tanganku
dengan bedak."Mas.. mainnya sendirian ya.. saya temenin main ya,"
tanya waitress itu kepadaku."Boleh," jawabku singkat.Begitu aku
membalikkan badanku untuk main, aku jadi terpana melihat sosok tubuh yang
seksinya minta ampun. Orangnya tidak terlalu tinggi mungkin sebahuku, rambutnya
panjang bergelombang, kulitnya sawo matang, dengan tubuh yang sintal,
payudaranya yang agak besar membusung, mata yang agak bulat, bibirnya yang
merekah dan ditunjang dengan pakaiannya yang pada saat itu menggunakan rok mini
warna merah dan kemeja bahan model jatuh warna krem, membuat lekuk tubuhnya
menjadi semakin menggiurkan bagi lelaki yang melihatnya. Aku heran juga,
mau-maunya dia kerja di tempat seperti ini, sayang kan, mendingan jadi pacarku
saja tapi kenapa aku justru care, padahal tujuanku cuman untuk bermain
billiard.
Akhirnya kuawali dengan break yang tentunya ditemani oleh
waitress tersebut. Aku grogi juga, kadang-kadang saat dia sedang memukul bola,
aku iseng-iseng melihat gundukan payudaranya yang agak menonjol, apalagi saat
dia sedang menyusun bola, kulihat pahanya yang membuat darahku mudaku
berdesir.Selama 3 koin aku tidak banyak ngobrol dengannya tetapi setelah
beberapa lama karena mungkin agak akrab, yang mana dalam permainan kami sering
saling mengejek akhirnya aku memberanikan diri untuk mengenalnya lebih
jauh."Mbak, namanya siapa?" tanyaku saat dia sedang mau memukul bola,
sambilmataku melihat ke seputarpayudaranya."Lia.. Mas sendiri siapa?"
tanyanya."Saya Erick Mbak..hmm.. udah merried Mbak?" tanyaku agak
menyelidik bak seorang dedektif.Lia agak tersenyum mendengar pertanyaanku
itu."Kalo belom kenapa.. kalo udah kenapa," jawabnya sambil memukul
bola."Kalo udah, saya nggak akan bertanya lagi dan mainnya mo udahan aja
karena takut ada yang ngambek.. tapi kalo belom, boleh khan saya daftar,"
jawabku sambil tertawa."Iihhh.. buntut-buntutnya malah mau daftar,"
jawabnya sambil matanya memandang ke arahku.Tatapan matanya nakal sekali,
pikiran kotorku mulai keluar. Tapi setelah itu, kami malah asyik bermain sampai
tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah 2 pagi, dan akhirnya kusudahi
bermainnya karena merasa capek. "Mbak, udahan ah.. capek nih.. oh ya, aku
pesen minumnya lagi dong," kataku
kepada Lia."Iya.. tapi Lia minta krating daeng ya,"
pintanya."Boleh.. boleh.. ngambil aja.." kataku sambil memperhatikan
Lia yang berjalan lenggak lenggok bak peragawati yang berjalan di catwalk.Tak
beberapa lama dia datang lagi sambil membawa minumannya, kemudian duduk di
sebelahku yang mana pahanya yang mulus dan ditumbuhi bulu-bulu halus sengaja
dia perlihatkan pada semua orang."Mbak tinggal di mana?"
tanyaku."Di daerahX(edited)," jawabnya."Ooo.. deket juga,"
kataku, lalu aku bertanya lagi tentang hal yang belum dia jawab waktu diawal perjumpaan tadi."Oh
ya Mbak, udah merried?" selidikku
sambil tersenyum, dia menggelengkan kepala.Yes! artinya itu belum
merried pikirku, aku jadi tambah bersemangat untuk mengenalnya
lagi."Hmmm.. Mbak pulangnya sama siapa," tanyaku lagi. "Ikut
jemputan, kenapa emangnya?" dia balik bertanya."Nggak pa-pa Mbak,
tapi kalo Mbak nggak keberatan, boleh dong saya anter pulang?" kataku
sambil mengharapkan dia mau bareng pulangnya. Mbak Lia terdiam, sepertinya dia
sedang mempertimbangkan tawaranku, yang pada akhirnya... "Boleh aja, tapi
kamu sendirian khan?" kata Lia, senang juga aku mendengarnya, memang itu
yang kuharapkan jawaban darinya "Berdua Mbak, tuh ama bayangan,"
kataku sambil tertawa, mendengar jawabanku dia tersenyum sambil memukul
pahaku.Kemudian kami ngobrol sambil menunggu waktu pulang, yang sebelumnya
kubereskan dulu pembayaran bekas aku main tadi berikut minumannya. Jam sudah
menunjukan pukul 2 pagi lewat, tampak waitress yang lain sudah pada pulang,
yang sebelumnya mereka setor dulu penghasilan koin mereka malam itu, dan aku
baru tahu kalau keluar dari situ ternyata mereka sudah pada berganti pakaian,
jadi cuma di dalam ruangan saja mereka seksi dalam berpakaian, akan tetapi sepertinya
Mbak Lia tidak berganti pakaian. "Nggak ganti pakaiannya dulu Mbak?"
tanyaku."Nggak ah, males.. lagipula aku kan nggak ikut jemputan, jadinya
nggak risih," jawabnya sambil
menuju ke kasir untuk menyetor koin, tapi sebelum sampai ke kasir dia setengah
berbisik kepadaku, "Kamu duluan aja Rick, ntar aku nyusul.. kamu tunggu di
depan warung aja."Aku cuma mengangguk saja, aku langsung keluar dan segera
menuju mobilku lalu kuparkir mobilku di depan warung yang tidak jauh dari
tempat billiard.Tidak berapa lama Mbak Lia datang."Sorry ya, agak lama..
lagipula tadi aku kasih alasan dulu kalo sekarang nggak ikut jemputan,"
katanya."Nggak pa-pa Mbak," kataku sambil menghidupkan mobil dari
tempat billiard ke rumahnya yang cuma membutuhkan waktu 15 menit, tapi otak
kotorku malah mulai mencari ideagar aku dapat bersamanya agak lebih lama lagi.
Akhirnya aku dapat juga ide tersebut, memang kalau untuk hal-hal seperti itu
akulah ahlinya."Mbak, mau langsung ke rumah atau mau jalan-jalan
dulu," tanyaku pada Mbak Lia sambil melirik pahanya yang mulus dan agak
berbulu tersebut."Hmm.. emang mau ke mana gitu Rick?" kata Lia sambil
menyalakan sebatang rokok, aku sempat berpikir, yang akhirnya.."Kalauke
Lembang aja gimana Mbak, ya.. sambil liat kota Bandung dari atas sana..terus
makan jagung bakar," kataku lagi."Hmmm.. boleh lah Rick,"
jawabnya lagi.Dalam perjalanan kami tidak banyak bicara, mungkin karena dia dan
aku sudah agak capek karena main billiard tadi.Setelah sampai di sana, lalu
kuparkirkan mobil ke tempat yang agak gelap, di samping itu dapat juga melihat
pemandangan kota Bandung yang mungkin hanya terlihat lampu-lampunya saja.
Kemudian aku memesan beberapa makanan yang tentunya menu utamanya jagung bakar,
dan aku memesan beer hitam supaya badanku agak hangat.Setelah makanan dan
minuman sudah selesai dihidangkan, aku balik lagi ke mobil. Lalu kuberikan
makannan yang Mbak Lia pesan."Pemandangannya bagus ya Mbak, betah aku kalo
udah di sini," kataku mengawali pembicaraan."Iya Rick, bagus
banget," jawabnya sambil makan jagung bakar."Mbak udah lama kerja di
situ?" kataku lagi."Baru 2 bulan Rick, kenapa emangnya?"
jawabnya."Nggak pa-pa Mbak, sayang aja." kataku sambil meminum
beer-ku. "Sayang kenapa Rick?" jawab Lia dengan dengan agak keheranan
atas pertanyaanku itu."Sayang aja Mbak, kok mau-maunya Mbak kerja di situ,
kan banyak kerjaan yang lain, apalagi
Mbak wajahnya cantik.. pasti gampang nyari kerjaan yang lain," kataku dengan sedikit agak
merayu."Terima kasih Rick, kamu perhatian juga.. tapi aku terpaksa Rick,
jaman sekarang kerjaan susah, apalagi ijasahku cuma lulus SMA.. ya jadinya
terpaksa, tapi aku ngucapin terima kasih dehRick.. kamu perhatian banget,"
kata Lia sambil tangan kanannya mengusap pipiku, kubalas dengan mencium telapak tangannya."Mbak, Erick harap pertemuan
kita nggak sampai disini.. nanti Erick akan sering-sering main ke tempat
itu," kataku merajuk."Terima kasih Rick," ucap Lia sambil
mencium hangat pipiku.Serrr! ada suatu yang lain, kurasakan kehangatan dalam
jiwaku, perasaan kasih sayang yang amat dalam terasa sekali. Lama aku
memandangi wajahnya, sepertinya dia tahu kalau aku memperhatikannya."Kok
ngeliatin terus Rick?" tanya Mbak Lia.Kaget juga aku, ternyata dia tahu
kalau aku sedang memperhatikannya."Eh, nggak kok Mbak.. pengen aja liat
Mbak.. biar puas." kataku sambil
bercanda dikit. "Idihh.. genit kamu Rick," kata Lia sambil
mencubit pahaku."Rick.. jangan panggil Mbak ya.. lagipula umur kita nggak
beda jauh kok," katanya."Hmmm.. oke deh.. Om.. eh.. Lia," kataku
sambil bercanda lagi.Lia tersenyum sambil mencubit lagi pahaku.
Selang beberapa waktu kami terdiam karena menikmati makanan
yang tadi kami pesan."Auuww!" Lia agak menjerit, aku kaget
juga."Kenapa Lia?" tanyaku.
"Bibirku kegigit.. kayaknya berdarah nih," katanya
sambil agak meringis.
Kemudian kunyalakan lampu yang ada di dalam, lalu aku
memperhatikan bibirnya
yang memang berdarah, tapi sedikit. Lalu aku mengambil
tissue yang ada di belakang jok depan."Makanya kalo lagi makan jangan
sambil ngelamun.. jadinya salah gigit," kataku sambil membersihkan darah
yang keluar dari bibirnya."Siapa juga yang ngelamun.. ngarang aja kamu
Rick," katanya."Udah.. ntar nggak bisa dibersihkan dong kalo nyerocos
terus." kataku lagi.Dia diam aja, sementara aku membersihkan seputar
bibirnya. Setelah selesai, kubuang tissue itukeluar, dengan posisi jari
tanganku masih memegang bibirnya. aku sempat tertegun memandang bibirnya yang
mungil itu, dengan perlahan kucium dengan lembut bibir itu, kulepaskan lagi,
kemudian memandang wajahnya, dia tersenyum lalu memejamkan matanya. Lalu kucium
kembali bibirnya yang mungil, lama juga aku melumat bibirnya, lalu tangan
kananku mematikan lampu yang masih
menyala.
0 komentar:
Posting Komentar