Setelah mengurus semua surat-surat kepindahan, pulanglah aku
ke kota P*** (edited) dan mendaftar di salah satu perguruan tinggi swasta. Di
kota P*** (edited), aku tinggal di rumah kakak sepupuku karena orang tuaku
tinggal di desa. Kakak sepupuku mempunyai 3 orang anak perempuan yang cantik
dan montok. Anak pertama bernama Donna, umurnya 16 tahun. Anak kedua bernama
Vivian berumur 13 tahun. Anak ketiga bernama Lisa berumur 11 tahun. Walaupun
mereka bertiga masih ABG tetapi tubuhnya benar-benar montok, mungkin karena
gizi dan hormon yang berlebihan.
Untuk singkatnya, aku mulai dengan pengalaman bersama Donna
yang berumur 16 tahun dan baru duduk di kelas I SMU. Pada suatu siang, kami
berdua nonton televisi di ruang keluarga, acaranya tidak ada yang bagus.
"Om.. tolong pijatin dong betis kakiku, capek nih habis
olah raga di sekolah," kata Donna tiba tiba.
Wah.. kesempatan datang nih pikirku.
"Ayo.. kamu tengkurap di sofa aja ya?" jawabku
kegirangan karena merasa mendapatkan kesempatan.
Kemudian Donna telengkup di sofa dan aku duduk di ujung
sofa, telapak kakinya kuletakkan di atas pahaku dan aku mulai memijat kakinya.
Dengan pelan dan penuh perasaan, aku mulai memijat dari pergelangan kaki terus
naik ke atas betis, bergantian kaki kiri dan kanan. Ketika aku asyik memijat
betis kaki kanannya, tanpa aku sadari telapak kaki Donna menempel sesaat di
kemaluanku dan kontan darahku mengalir kencang serta kemaluanku menjadi keras.
Aku perhatikan Donna, apakah dia sengaja atau tidak sengaja, tetapi dia santai
saja. Kemudian aku teruskan memijat betisnya dan kejadiannya berulang lagi,
karena sekali ini aku yakin Donna sengaja, maka aku nekat menarik telapak
kakinya dan menempelkannya di kemaluanku, ternyata Donna diam saja dan hal ini
bagiku merupakan lampu hijau.
Donna semakin berani, telapak kakinya menekan-nekan halus
kemaluanku dan kepalaku mulai sakit karena nafsuku mulai naik.
"Donna.. kita pindah ke kamar kamu yuk.., supaya lebih
rileks," kataku penuh dengan harapan.
"Yuk ah.. Donna juga kepengen lebih rileks,"
katanya yang membuatku semakin kegirangan.
Setelah di dalam kamarnya, Donna langsung telungkup di atas
ranjang dan aku mulai melanjutkan pijatanku. Sekali ini aku jauh lebih nekat,
karena aku yakin Donna juga pasti menginginkannya. Sambil memijat betisnya,
telapak kakinya kutempelkan di kemaluanku dan Donna tampaknya langsung
mengerti, karena setelah itu telapak kakinya langsung menekan-nekan halus.
Wajahku mulai terasa panas dan nafasku pendek-pendek, aku mulai horny tetapi
aku harus sabar dan tidak boleh terburu-buru, takut Donna shock dan menyebabkan
semuanya berantakan. Dengan perlahan, aku mengeluarkan penisku yang telah
mengeras dari celana pendek yang kupakai.
Ketika merasakan benda asing, Donna tampaknya agak kaget dan
terdiam sebentar, tetapi tidak lama kemudian dia mulai menggerakan telapak
kakinya kembali. Ujung jari kakinya menyentuh halus biji kemaluanku dan terus
naik ke atas sampai ke batang penis dan kepala penisku. Kadang-kadang
ditempelkannya seluruh telapak kakinya dan rasanya aku benar-benar hendak
muncrat keluar. Kupegang telapak kakinya dan kulebarkan jari jempolnya,
kuselipkan batang kejantananku di antara jari jempol kakinya dan kujepitkan
kejantananku naik turun. Wah.. rasanya benar-benar nikmat. Kuperhatikan Donna
begitu menikmatinya dan aku pun yakin dia pasti sangat horny juga. Karena aku
takut air maniku muncrat keluar, kuhentikan jepitan jari kakinya dan kuteruskan
memijat. Pelan tetapi pasti, aku mulai memijat pahanya, karena dia juga memakai
celana pendek maka dapat kurasakan kehalusan kulit pahanya yang putih dan
lembut. Tanganku terus naik ke atas, ke pangkal dalam pahanya, bagian dalam
pahanya kupijat pelan sambil sekali-kali kuraba. Dapat kurasakan sekali-kali
Donna mengencangkan pahanya, aku yakin liang surganyaya mulai basah. Kemudian
aku pindah ke pantatnya, di sana kupijat dengan memutar-mutarkan telapak
tanganku sambil menekan-nekan.
Kulihat Donna mulai menggigit bantal dan menggesek-gesekan
vaginanya di ranjang. Karena aku tidak mau permainan ini cepat selesai, maka
aku memutuskan menurunkan libido Donna sedikit. Tanganku mulai memijat pinggang
dan punggung Donna. Gerakan tanganku biasa saja karena aku menginginkan libido
Donna menurun sedikit. Ketika aku memijat bahu Donna, aku sengaja duduk menimpa
pantatnya. Sekarang saatnya naik lagi, sambil memijat dan meraba lehernya,
batang kejantananku kugesek-gesekan di bokongnya. Sekali-kali kumasukkan jari
kelingkingku ke dalam kupingnya dan Donna menggelinjang kegelian. Aku semakin
horny, dengan telungkup di atas tubuhnya kujilat-jilat leher dan belakang
kupingnya. Donna mendesah-desah kegelian dan keenakan.
"Oke Donna.. sekarang bagian depan," kataku sambil
membalikkan badannya yang telungkup.
"He eh.." jawab Donna terdengar lemas.
Setelah Donna terlentang, aku duduk di samping tubuhnya dan
mulai memijat pahanya. Kupijat pelan-pelan bagian dalam pahanya, Donna
memejamkan matanya dan begitu menikmatinya. Tanganku kunaikkan sedikit, tetapi
tidak sampai menyentuh kemaluannya, aku ingin Donna benar-benar terbakar.
Kemudian tanganku pindah ke perutnya, kaosnya kusibakkan sedikit. Sambil
meraba-raba perutnya yang kencang dan putih, kusempatkan menggelitik pusarnya
dengan jari kelingkingku. Nafas Donna terdengar menderu-deru dan dia mulai
mendesah-desah keenakan.
"Aduh Om.. geli sekali..," katanya sambil membuka
mata.
"Ngga apa-apa Donna, tahan sedikit dan nikmati
saja." kataku berusaha menenangkannya.
Posisi duduk kugeser ke samping kepalanya. Sambil tetap
memijat dan meraba-raba perutnya, akukeluarkan penisku yang sudah keras.
Kudekatkan ke wajah Donna. Bibirnya bergetar karena baru sekali ini melihat
penis dan dari dekat sekali. Kubiarkan Donna menikmatinya. Tanganku kuselipkan
ke dalam celana dalamnya. Terasa bulu bulunya yang masih halus. Kupijat-pijat
sambil kuraba-raba. Sekali kali kusentuh kemaluannya yang benar-benar sudah
basah, kutekan-tekan halus klitorisnya, Donna mengelinjang kegelian dan
keenakan. Batang kejantananku semakin kudekatkan ke wajahnya dan
kugosok-gosokan di pipinya yang halus, mata Donna terpejam malu, tetapi aku
yakin ia menikmatinya karena wajahnya memerah dan nafasnya menjadi sangat
berat.
"Om.. kepala Donna sakit, nyut-nyutan..," katanya
sambil membuka matanya yang terpejam tadi.
"Oke Donna.. Om tuntaskan permainan ini ya..?"
kataku sambil menurunkan celana pendeknya sekalian melepaskan celana dalamnya.
Kubuka pahanya lebar-lebar, dan vaginanya benar-benar
merangsang, basah mengkilap dan merah. Pelan-pelan mulai kujilat pahanya dan
terus naik ke bagian dalam.
"Shh.. ah.. geli Om..," Donna menggelinjang.
Kujilat-jilat lubang anusnya, bibir vaginanya dan lubang
kencingnya. Terus kujilat-jilat klitorisnya sambil menghisap dan
menggigit-gigit kecil.
"Ah.. Om.. Donna ngga tahan Om..," Donna mulai
meracau liar.
Sementara itu pinggulnya mulai bergoyang-goyang.
"Tahan sebentar Donna dan nikmati saja," kataku.
Terus kujilat dan kuhisap klitorisnya, jari telunjukku
kutusuk sedikit-sedikit ke lubang anusnya, sementara tanganku yang satunya
meremas-remas payudaranya dan memilin-milin putingnya yang sudah keras.
"Aduh.. ampun.. Om.. shh.. ahh..," suaranya serak.
"Om.. Om.., enak.. geli.. ahh.. aduhh..,"
racaunya.
Kupikir sekaranglah saatnya untuk membuat Donna merasakan
orgasme. Kupercepat semua gerakanku, semakin cepat dan cepat. Dan meledaklah
Donna, pinggulnya terangkat, sehingga badannya melengkung.
"Ahh.. shh.. aduhh.. shh..," teriak Donna.
Rupanya dia telah sampai ke puncak orgasme. Cairan dari
liang wanitanya mengalir deras dan kuhisap serta kujilat habis. Benar-benar enak
dan baunya merangsang sekali. Donna terbaring lemas, matanya terpejam, nafasnya
masih tersenggal-senggal, tetapi mulutnya tersenyum manis. Kuambil tissue dan
kubersihkan vaginanya, kucium lembut bibir kemaluannya, kemudian kupakaikan
lagi celana dalam serta celana pendeknya.
"Kamu pasti lemas dan mengantuk ya..? Tidurlah..!"
bisikku kepada Donna dan kucium keningnya.
"Terima kasih Om, lain kali kita ulangi lagi
ya..?" jawab Donna sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Beres.. kamu tinggal ngomong saja..," kataku
sambil membalas kedipan matanya.
Kemudian aku keluar dari kamarnya, menuju kamar mandi untuk
masturbasi. Bagaimanapun aku tidak tega memperawani keponakanku sendiri, cukup
oral seks saja dengannya.
Aku lanjutkan dengan pengalamanku bersama Vivian yang
berumur 13 tahun dan baru duduk di kelas I SMP.
"Om.. ajarin Matematika dong, ada PR sekolah yang
Vivian ngga ngerti." panggilnya dari dalam kamar.
"Bagian mana yang ngga ngerti?" tanyaku sambil
menghampirinya dan duduk di kursi sebelahnya."Ini nih.., bagian persamaan
kuadrat," jawabnya.
Mulailah aku menerangkan tahap demi tahap kepadanya,
kebetulan aku sendiri menyukai Matematika. Setelah setengah jam, semua PR
Vivian selesai dikerjakannya.
"Oke Vivian.., sudah selesai semua dan Om mau tidur
siang," kataku sambil berdiri dari kursi.
"Sebentar Om.., jangan tidur dulu.., tolong dong
pijatin tangan Vivian, memar nih..," ujarnya seraya menunjukkan lengannya
yang memar.
Sambungan dari bagian 01
Kulihat lengannya memang memar dan kuajak dia duduk di
lantai. Kupijat bagian yang memar dan dia meringis kesakitan. Sambil kupijat,
aku melirik payudaranya yang sudah tumbuh dan glek.. aku menelan ludah. Timbul
pikiran nakalku untuk mengerjai Vivian. Sambil memijat lengannya, aku
memikirkan bagaimana caranya supaya bisa ngerjain Vivian. Lagi asyik berpikir,
tiba-tiba aku terkejut karena Vivian dengan santainya meletakkan telapak
tangannya di atas kemaluanku. Wah.. pucuk di cinta, ulam tiba nih. Aku pikir
Vivian pasti sengaja dan kemaluanku mulai mengeras. Tangan Vivian mulai
meraba-raba dan meremas halus kemaluanku. Matanya mulai terpejam dan nafasnya
berat, kulihat wajahnya mulai memerah. Aku diamkan saja dan mulai menikmati.
Ternyata ABG sekarang nafsunya besar-besar, mungkin hormon mereka juga besar.
"Om.. boleh ngga Vivian tiduran di paha Om..?"
tanyanya.
"Boleh.. boleh..," jawabku kegirangan.
Dan Vivian meletakkan kepalanya di pahaku. Tangannya masih
tetap membelai-belai dan meremas halus kemaluanku yang berdenyut denyut. Wah..
aku jadi tambah horny. Tangan Vivian semakin berani, dimasukkannya ke dalam
celana pendekku melalui pahaku. Disibakkannya celana dalamku dan mulai
diremas-remas biji kejantananku. Tanganku sendiri asyik meremas-remas
payudaranya yang montok dan mencuat. Kuselipkan tanganku ke balik kaos yang
dipakainya dan kusibakkan BH-nya. Mulailah kupilin-pilin putingnya yang masih
kecil tetapi sudah mengeras.
"Ooo.. shh.. gelii.. Om..," Vivian mulai mendesah,
"Aduh.. ahh.. shh.. enakk.. teruss..," suaranya terdengar begitu
merangsang.
Pahaku mulai diciumi Vivian, sekali-kali dijilatnya. Aku
benar-benar kegelian, kurasakanpenisku mulai basah. Apakah Vivian sering nonton
blue film, kok pintar begitu, atau memang sedang puber?
"Om.. boleh ngga lihat anunya?" malu-malu Vivian
bertanya kepadaku.
"Boleh.. boleh.." jawabku sambil melepaskan celana
pendek serta celana dalamku.
Dia tampaknya benar-benar horny, tangannya gemetar memegang
penisku yang tegang dan membengkak. Kuambil tangannya yang lain dan kuarahkan
ke biji kemaluanku. Vivian secara otomatis mulai meremas-remas batang dan biji
kejantananku dan aku juga mulai meremas-remas payudaranya serta sekali-kali
memilin putingnya. Kami lakukan itu sekitar 15 menit.
"Vivian.. jilat dong penis Om..," aku mulai
membujuknya.
"Tapi Vivian ngga pernah dan ngga bisa Om..,"
jawab Vivian malu-malu.
"Anggap saja kamu lagi jilat ice cream atau permen
begitu.." kataku sambil mendekatkan batang kejantananku ke mulutnya yang
mungil.
Dan Vivian tidak lagi menolak, dia mulai menjilat batang
penisku, lidahnya begitu kecil danmenimbulkan sensasi yang luar biasa. Tanganku
memegang kepalanya dan mengarahkan ke buah kejantananku, terus turun ke lubang
anusku, naik kembali ke buah kejantananku, naik ke batang dan berakhir di
kepala kemaluanku, demikian berulang kali naik turun. Setelah kurasakan Vivian
mulai mahir, kulepaskan tanganku yang memegang kepalanya. Amboi.. sebentar saja
Vivian sudah menguasai pelajaranku. Tanganku mulai kumasukkan ke dalam celana
pendeknya dan terus menyibak celana dalamnya.
Aku mulai meraba-raba vaginanya yang masih gundul alis botak
tidak berbulu. Vivian menggelinjang kegelian, tetapi masih tetap menjilati
batang kejantananku. Kepalaku mulai nyut-nyutan dan darahku semakin kencang
mengalir, wah.. harus cepat-cepat nih. Dengan jari tangan kubuka lipatan vagina
Vivian dan kuputar-putar di klitorisnya, sekali-kali kuarahkan jariku ke lubang
anusnya dan kutusuk-tusuk lembut. Pinggul Vivian bergoyang-goyang antara
kegelian dan sekaligus nikmat.
"Vivian.. sekarang masukkan penis Om ke dalam mulut
kamu dan hisap pelan-pelan." kataku terengah-engah.
Vivian memasukkan batang kejantananku ke mulutnya dan mulai
menghisap-hisap.
Kugoyang-goyangkan pinggulku sehingga penisku keluar masuk
mulutnya yang mungil. Tanganku tidak berhenti mempermainkan vaginanya. Dan
tiba-tiba kulihat pinggul Vivian semakin cepat bergoyang, ah.. dia pasti hampir
orgasme. Aku pun semakin mempercepat goyangan pinggulku dan penisku semakin
cepat keluar masuk mulutnya yang mungil, tanganku pun semakin cepat memilin-milin
klitorisnya. Pinggul Vivian terangkat ke atas, pahanya menjepit jari tanganku.
Bersamaan itu, di dalam mulutnya, batang kejantananku memuntahkan air mani yang
begitu banyak, sebagian tertelan olehnya dan sebagian mengalir keluar dari
ujung bibirnya. Ooo.. nikmatnya.., setelah orgasme yang bersamaan, Vivian
terbaring lemas di lantai. Kuambil tissue dan kubersihkan mulutnya serta liang
kegadisannya. Setelah bersih semua, kurapikan kembali celana pendek dan
kaosnya. Matanya terpejam dan mulutnya tersenyum persis senyum Donna kakaknya.
Kucium keningnya dan terus keluar kamar. Pasti nyenyak tidur siangku hari ini.
Terakhir adalah pengalamanku bersama Lisa yang berumur 11
tahun dan baru duduk di kelas V SD. Di antara mereka bertiga, si Lisa inilah
yang paling cantik dan sangat manja denganku. Aku tidak malu-malu mencium
pipinya yang halus dan dia pun tidak malu-malu duduk di pangkuanku.
Kadang-kadang penisku sakit karena diduduki Lisa dengan mendadak, tetapi
kupikir dia tidak sengaja. Pada suatu malam Minggu, abang sepupuku, istrinya,
Donna dan Vivian pergi menghadiri pesta pernikahan. Di rumah tinggal aku, Lisa
dan dua orang pembantu. Jam di dinding menunjukkan pukul 19:30. Di ruang
keluarga, hanya aku dan Lisa yang sedang menonton televisi yang kebetulan saat
itu menayangkan film barat, sedangkan dua orang pembantu berada di kamar
mereka.
"Om.. pangku Lisa dong.." kata Lisa dengan
manjanya.
"Yuk.. sini duduk di pangkuanku," kataku sambil
menarik tubuhnya ke pangkuanku.
Setelah Lisa duduk di pangkuanku, kucium pipinya yang putih
seperti biasanya.
"Ih.. Om genit deh.." kata Lisa sambil memukul
pahaku.
Aku hanya tertawa dan melanjutkan tontonan di televisi.
Sambil menonton, kami bercerita mengenai jalan cerita film tersebut.
"Om.. Lisa agak dingin nih, peluk Lisa dong.."
pinta Lisa dengan manja.
Maka kupeluk badannya yang masih kecil sambil sekali-kali
kucium pipinya yang membuatku gemas.
Setelah kupeluk sekitar 15 menit, aku merasakan duduk Lisa
tidak mantap, pinggulnya bergerak terus. Aku melebarkan kakiku sehingga lebih
rileks dan pada saat itu mendadak Lisa memundurkan pinggulnya sehingga menempel
di kemaluanku seperti biasanya. Karena sudah biasa aku tidak kagetdan diam
saja. Tetapi semakin lama Lisa semakin gelisah dan pinggulnya mulai menggesek-gesekke
arah kemaluanku. Mau tidak mau, kemaluanku jadi berdiri tegak dan mengeras.
Merasakan kemaluanku mengeras, Lisa semakin merapatkan pinggulnya dan
menggesek-gesekanya. Konsentrasiku menonton film di televisi mulai buyar. Aku
memandangi Lisa dan berpikir apakah mungkin anak ini juga sudah mengenal
libido? Rasanya tidak mungkin karena baru berumur 11 tahun. Memang
kadang-kadang secara tidak sengaja, aku menyentuh dadanya dan terasa sudah ada
yang tumbuh di sana.
"Lisa.. Om mau nanya kamu, tapi jawab yang jujur dan
ngga usah malu-malu ya..?" kataku kepadanya.
"Nanya apaan sih Om..?" tanyanya sambil tersenyum.
"Apakah kamu sudah pernah menstruasi?" tanyaku
langsung.
"Sudah Om.. setahun yang lalu Lisa mulai mens.."
jawabnya tersipu-sipu karena malu.
"Ha..? Umur 10 tahun sudah mens.., wah-wah.. ternyata
anak sekarang semakin cepat pertumbuhannya." pikirku.
Jelas saja Lisa kelihatan mulai gatal dan suka duduk di
pangkuanku. Apalagi sekarang dia mengesek-gesekkan pinggulnya ke arah
kemaluanku yang mulai mengeras. Berarti dia sudah mempunyai libido dong.
Akhirnya kubiarkan saja Lisa mengesek-gesekkan pinggulnya ke
kemaluanku yang tegang dan membesar. Aku pun mulai menikmatinya. Tanganku yang
memeluknya mulai bergerilya. Pelan-pelan kuraba dadanya yang baru tumbuh dan
mulai kuremas. Benar-benar payudaranya masih kecil dan sangat kencang. Lisa
hanya memakai kaos dalam, karena mungkin memang tidak ada BH yang kecil. Dapat
kurasakan putingnya yang mengeras dan baru sebesar kacang ijo. Kuremas-remas
dan kupilin-pilin putingnya itu, dia menggelinjang kegelian.
"Om.. gelii.. Om.." Lisa mendesah halus.
"Kamu diam saja.., rasanya enak kok.." jawabku.
Aku mulai mencium pipinya, lehernya dan kujilat-jilat
belakang telinganya, sekali-kali kumasukkan ujung lidahku ke dalam lubang
telinganya dan Lisa menggeliat kegelian, nafsuku semakin naik.
"Aduh.. gelii.. gelii.." Lisa menjerit kecil.
Tanganku mulai menyusup ke balik kaosnya dan terasa kulit
tubuhnya yang begitu halus. Tanganku mulai turun ke bawah dan terus ke selangkangan
Lisa. Sama seperti Vivian, Lisa pun masih gundul alias botak. Tanganku
meraba-raba vaginanya yang kecil dan mulai kuselipkan jariku membuka lipatan
kegadisannya. Klitorisnya begitu kecil dan lembut dan mulai kupilin-pilin serta
menekan halus.
"Shh.. ahh.. aduhh.. shh.. shh.." Lisa
mendesah-desah karena keenakan.
Sementara itu lidahku terus bermain di leher dan telinganya,
tangan kiriku terus meremas-remaspayudaranya yang kecil sambil memainkan
putingnya.
Tubuh Lisa tersandar lemas ke tubuhku dan pinggulnya semakin
kencang menggesek-gesek batang kejantananku yang mulai basah. Sekali-kali paha
Lisa mengejang dan menjepit jari tanganku, kubiarkan Lisa menikmati pengalaman
pertamanya. Terus kulanjutkan semua gerakanku dan tiba-tiba Lisa mengerang kecil,
pinggulnya terangkat ke atas, pahanya mengejang dan menjepit jariku. Lisa
mendapatkan orgasmenya yang pertama dan mengerang terus.
"Ahh.. shh.. shh.. ahh.." suara Lisa
tersendat-sendat.
Cepat-cepat kumasukkan ujung lidahku ke dalam lubang
telinganya dan kuputar-putar lidahku. Aku sendiri mengalami orgasme yang hebat,
air maniku menyemprot di dalam celana dalamku sehingga aku merasa celana
dalamku basah kuyup bagai kencing di dalam celana.
Setelah Lisa tenang, kukeluarkan tangan kananku dari dalam
celananya dan tangan kiriku dari dalam kaosnya. Tubuh Lisa masih tersandar
lemas di tubuhku, kucium lembut pipinya, matanya terpejam dan bibirnya
tersenyum mirip senyuman Donna dan Vivian kakaknya. Kuangkat tubuhnya dan
kugendong ke kamarnya. Dengan hati-hati kuletakkan di atas ranjang dan
kuselimuti. Kucium pipinya sekali lagi dan kumatikan lampu kamar dan aku keluar
melanjutkan tontonan film di telivisi.
Nah, pembaca yang terhormat, itulah pengalamanku bersama
ketiga keponakanku yang cantik dan montok. Sekarang aku sudah bekerja di kota
lain dan mereka juga sudah kuliah. Kalau aku pulang ke kotaku dan bertemu
mereka, mereka hanya tersenyum seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
Padahal terus terang masih ada keinginanku untuk mengulangi pengalaman yang
dulu bersama mereka, tetapi aku malu mengatakannya. Semoga mereka membaca
tulisanku ini dan memberikukesempatan untuk mengulanginya lagi.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar